Thursday, February 4, 2021

Kisah Cinta Beda Agama Putri Rasulullah

Jika selama ini, kita sering mendengar kisah-kisah mengharukan dari para tokoh wanita mulia Islam, seperti kisah Sayyida Fatimah Az-Zahra yang mencintai dalam diam kepada Ali bin Abi Thalib, Sayyida Siti Aisyah bersama Rasulullah dan Siti Khadijah. Kisah cinta ketiga pasangan ini sering kita jumpai dalam beberapa tulisan. Tapi tahukah kamu? Selain tiga kisah tadi,masih ada satu kisah cinta lagi yang tidak kalah menarik, bahkan lebih menarik dibanding drama-drama Korea dan sinetron Ikatan Cinta.

Kisah kali ini, yaitu tentang kisah cinta beda agama putri Rasulullah, Zainab dan seorang pemuda Quraisy bernama Abul Ash Bin Rabi. Selain menyayat hati, kisah yang satu ini akan mengabarkan kepada kita, betapa cinta itu bukan memaksakan kehendak. Penasaran? Simak selengkapnya

Zainab binti Muhammad radhiallahu’anha merupakan salah satu tokoh dalam islam.Beliau merupakan putri sulung Rasulullah SAW bersama Siti Khadijah.

Zainab Ra, merupakan sosok wanita yang setia. Hal itu dibuktikan dengan kisah-kisah hidupnya setelah dinikahi oleh Abul Ash bin Rabi. Abul Ash bin Rabi adalah putra saudara perempuan Khadijah yang bernama Halal bin Khuwailid. Abul Ash bin Rabi Al-Absyami Al-Quraisyi adalah seorang pemuda kaya raya, rupawan, memiliki status sosial tinggi sebagai bangsawan, ahli dalam perdagangan dan banyak masyarakat yang menyerahkan harta mereka kepada  Abul Ash untuk diperdagangkan. Ketika zainab beranjak dewasa, ia menjadi perempuan idaman bagi pemuda Quraisy pada masa itu, sampai Abul Ash jatuh hati kepada anak bibinya ini dan bersegera meminta Zainab kepada bibinya Khadijah untuk dijadikan istri dan kabar gembira pun didapat oleh Abul Ash karena bibinya Khadijah dan Rasulullah SAW dengan bahagia menerima pinangan Abul Ash untuk anaknya Zainab. Pernikahan pun terjadi diantara keduanya dan tak lama kemudian Abul Ash memboyong istrinya Zainab ke rumahnya. Khadijah memberikan hadiah pernikahan berupa kalung yang dipakainya dan melepaskan kemudian mengalungkannya di leher Zainab dan tak lupa mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah atas pernikahan dua insan yang saling mencintai ini.

Dirumah barunya, Zainab hidup dengan terhormat, mulia dan bahagia. Ia jalani hidup di bawah naungan suami tercinta yang mulia, Abul Ash.Ia merasakan kedamaian dalam hidup baru itu setelah semua yang diimpikan telah terwujud. Zainab menjadi istri  yang mulia dan baik. Istri yang mengurus rumah dan patuh serta setia kepada suami. Abul Ash tidaklah salah ketika memiliki istri yang shalehah, putri junjungan seluruh umat. Ia berhasil menggapai kebahagiaan keluarga yang bisa ia temukan pada Zainab. Setiap kali tiba saat untuk pergi, ia merasa berat untuk berpisah dengan sang istri.

Hari kian berganti, saat Rasulullah telah berusia 40 tahun, maka Allah SWT mengutusnya menjadi Nabi dan setelah itu Allah angkat menjadi Rasul. Mulailah Rasulullah mendakwahkan islam kepada keluarga terdekat, Khadijah , para sahabatnya dan putri-putrinya pun ikut masuk islam termasuk Zainab. Akan tetapi Abul Ash tidak mudah meninggalkan agamanya.

Maka kedua suami istri itu harus rela bahwa ada hal yang lebih kuat dari cinta mereka yang harus memisahkan antara keduanya.abul Ash tetap tidak mau meninggalkan agama nenek moyangnya, sedangkan Zainab juga tidak ingin meninggalkan Islam.

Hari-hari berlalu dalam keadaan demikian. Kemudian Rasulullah SAW dan kaum muslimin hijrah ke Madinah. Namun Zainab masih tetap tinggal di Makkah bersama suaminya (pada saat itu belum ada larangan pernikahan beda agama)

Setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, terjadilah perang badar. Pasukan Quraisy berangkat untuk memerangi Rasulullah SAW dan tak disangka diantara mereka terdapat Abul Ash bin Rabi. Situasi menjadi semakin kritis ketika pasukan kafir Quraisy kalah dan Abul Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum muslimin di Madinah.

Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan sebuah harta tebusan dan sebuah kalung dari batu Onyx Zafar. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, ingatannya melayang ke cinta sejatinya Khadijah. Beliau lalu bersabda kepada para sahabat,”Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah.” Mereka menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah.”

Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Disini Abul Ash bin Rabi berjanji kepada Rasulullah untuk membebaskan Zainab kepada beliau di Madinah.

Abu al-Ash pun pulang ke Makkah bersama kalung yang tadi dikirimkan sang istri.Kini ia tahu betapa cinta dan kesetiaan Zainab tidak pernah berkurang untuknya, meski agama menjadi tembok pemisahnya. Namun ia tetap bertekad untuk mengembalikan Zainab kepada sang mertua.

Begitu sampai di rumah, Abul Ash mengucapkan terima kasih pada sang istri. Ia pun berkata, “Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab,” ucapnya sambil berusaha bebesar hati.

Pada hari yang telah ditetapkan, Zaid bin Haritsah bersama seorang lelaki Anshor diutus Rasulullah Saw untuk menjemput Zainab di sebuah desa di pinggiran kota Makkah.

Abul Ash tidak kuasa menahan tangisnya saat melepas kepergian sang istri. Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya,sedang dia mengetahui bahwa itu merupakan perpisahan terakhir,selama kedua hati masih berpegang pada agamanya masing-masing. Hatinya semakin sedih lagi, karena ternyata Zainab sedang mengandung janin buah hatinya dan ia tidak bisa mengantarkan Zainab keluar kota Makkah sebab keadaan pasca perang saat itu. Abul Ash lalu mengutus saudaranya, Kinanah bin Rabi untuk mengantarkan Zainab. Ia berpesan,”Hai, saudaraku, tentulah engkau tahu kedudukan Zainab dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy yang menemaninya keluar kota Makkah, dan engkau tahu bahwa aku tidak sanggup membiarkannya berjalan sendirian. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, dimana telah menunggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan.”

Rupanya perjalanan Kinanah membawa Zainab tidak berjalan mulus.Ketika Zainab berada di punggung unta, Hubar bin Aswad Al-Asadi salah seorang dari kafir Quraisy menusuk perut unta dengan tombak, hingga Zainab terlempar jatuh dan mengeluarkan darah. Janinnya telah gugur di atas gurun pasir. Tapi Zainab tetap tabah dan tetap mantap hijrah ke Madinah.

Setelah melewati beberapa hambatan, Kinanah berhasil membawa Zainab dan menyerahkannya kepada Zaid bin Hartsah dan temannya. Keduanya lalu membawa Zainab kepada Rasulullah Saw.

Berpisahlah Zainab dengan suami tercinta dan calon buah hatinya. Cinta mereka benar-benar diuji dan tudak ada lagi jalan untuk bertemu. Abul Ash yang tetap di Makkah selalu murung dan menyendiri karena sang belahan jiwa tidak ada lagi disisinya. Sedangkan Zainab di Madinah bersama sang ayah menjadi sering sakit-sakitan karena cinta dan kerinduan  yang sangat dalam. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya,tentu ia akan tetap bersama Abul Ash hingga ajal yang memisahkan.

Hari berganti minggu,minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Suatu hari Abul Ash bin Rabi keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Saat perjalan pulang dihadang pasukan Rasulullah Saw yang berhasil merampas hartanya, syukur mereka tidak membunuhnya.

Kini Abul Ash bin Rabi tidak punya apa-apa lagi. Bukan harta pribadinya saja yang ludes, melainkan juga harta dagangan yang dititipkan orang-orang padanya. Bagaimana ia bisa sanggup kembali ke Makkah?

Di tengah keputus asaan itu, teringatlah Abul Ash pada Zainab, wanita yang begitu mencintai dan setia padanya. Maka diputuskan pada suatu malam ia menyusup ke Madinah dengan sembunyi-sembunyi. Abul Ash berhasil bertemu Zainab dan segera mengatakan maksud kedatangannya.Ia meminta bantuan Zainab untuk  melindunginya dan ia juga berharap harta dan dagangannya bisa dikembalikan. Masih begitu besar cinta di hati zainab untuk Abul Ash, karena itu pula ia bersedia melindungi lelaki tersebut.

Ketika masyarakat Madinah mengetahui keberadaan Abul Ash di masjid, mereka pun berkerumun dan berniat menangkapnya. Tapi kemudian Zainab berseru, “Wahai kaum muslimin, Abul Ash bin Rabi dalam lindungan dan jaminanku.” Rasulullah SAW yang sedang sholat menyelesaikan sholatnya, beliau segera menemui orang banyak dan bersabda : “Wahai kaum muslimin,apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya serendah-rendahnya seorang muslim,mereka tetap dapat memberi perlindungan.” Kemudian beliau pun menemui Zainab untuk  mengetahui kebenaran berita itu, Zainab berkata. “Wahai Rasulullah,sesungguhnya jika Abul Ash ini dianggap keluarga dekat, ia masih putra paman. Jika dianggap jauh, ia bapak dari anakku dan aku telah melindunginya.” Rasulullah SAW berkata, “Benar wahai putriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia menyentuhmu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik.” Meski begitu, Rasulullah SAW ternyata melihat kesetiaan putrinya kepada suami yang ditinggalkan.

Kemudian para sahabat mengembalikan harta yang telah mereka rampas itu kepada Abul Ash. Beberapa orang diantara perampas berkata, “Hai Abul Ash maukah engkau masuk Isam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik?”

Tahukah apa yang dijawab Abul Ash ? Ia berkata, “Sungguh buruk awal islamku, jika aku mengkhianati amanat harta yang dipercayakan padaku.” Mereka pun tetap mengembalikan harta itu kepada Abul Ash demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab.Laki-laki itupun kembali ke Makkah dengan membawa hartanya dn harta orang banyak yang telah diamanahkan padanya.

Sesampai di Makkah Abul Ash memberikan harta-harta yang diamanahkan kepadanya kepada pemiliknya, kemudian ia berseru, “Wahai kaum Quraisy, apakah ada diantara kalian yang hartanya belum aku kembalikan?” Mereka menjawab,”Tidak ada, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, kami telah medapati sebagai orang yang memegang amanah dan mulia.”

Lalu Abul Ash berkata, “Jika aku telah mengembalikan hak-hak kalian maka sekarang aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk  masuk islam sewaktu bersama Muhammad di Madinah kecuali aku takut kalian mengira bahwa aku ingin memakan harta kalian, tetapi setelah aku mengembalikan harta itu kepada kalian dan sekarang aku telah melepaskan tanggunganku, maka aku masuk islam.”

Akhirnya Zainab dan Abul Ash yang pernah berpisah selama 6 tahun itu kembali bersatu dalam satu atap rumah tangga dan satu iman bersama anak-anak mereka.

Sayangnya, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Setahun setelah mereka berkumpul, Zainab wafat pada tahun 8 Hijriyah mendahului sang suami. Kepergian Zainab meninggalkan Abul Ash seorang diri mengenang masa-masa indah yang telah mereka lewati bersama dalam suka dan duka, hanya dua buah hati mereka Ali dan Umamah yang kini menjadi pelipur lara.Rasulullah sangat sedih atas kepergian putrinya bahkanbeliau sendiri ikut turun ke dalam kuburan saat pemakaman.

Zainab wafat dengan meninggalkan kisah cinta dan kenangan terbaik. Ia menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan istri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Rasulullah SAW pun pernah bersabda mengenai Zainab,”Sesungguhnya ia adalah sebaik-baiknya anakku dalam menerima musibah.”

No comments:

Post a Comment