Jika selama ini, kita sering mendengar kisah-kisah mengharukan dari para tokoh wanita mulia Islam, seperti kisah Sayyida Fatimah Az-Zahra yang mencintai dalam diam kepada Ali bin Abi Thalib, Sayyida Siti Aisyah bersama Rasulullah dan Siti Khadijah. Kisah cinta ketiga pasangan ini sering kita jumpai dalam beberapa tulisan. Tapi tahukah kamu? Selain tiga kisah tadi,masih ada satu kisah cinta lagi yang tidak kalah menarik, bahkan lebih menarik dibanding drama-drama Korea dan sinetron Ikatan Cinta.
Kisah kali ini, yaitu tentang
kisah cinta beda agama putri Rasulullah, Zainab dan seorang pemuda Quraisy bernama Abul Ash Bin Rabi. Selain menyayat hati, kisah yang satu ini akan
mengabarkan kepada kita, betapa cinta itu bukan memaksakan kehendak. Penasaran?
Simak selengkapnya
Zainab binti Muhammad radhiallahu’anha
merupakan salah satu tokoh dalam islam.Beliau merupakan putri sulung Rasulullah
SAW bersama Siti Khadijah.
Zainab Ra, merupakan sosok wanita
yang setia. Hal itu dibuktikan dengan kisah-kisah hidupnya setelah dinikahi
oleh Abul Ash bin Rabi. Abul Ash bin Rabi adalah putra saudara perempuan
Khadijah yang bernama Halal bin Khuwailid. Abul Ash bin Rabi Al-Absyami
Al-Quraisyi adalah seorang pemuda kaya raya, rupawan, memiliki status sosial tinggi
sebagai bangsawan, ahli dalam perdagangan dan banyak masyarakat yang menyerahkan
harta mereka kepada Abul Ash untuk
diperdagangkan. Ketika zainab beranjak dewasa, ia menjadi perempuan idaman bagi
pemuda Quraisy pada masa itu, sampai Abul Ash jatuh hati kepada anak bibinya
ini dan bersegera meminta Zainab kepada bibinya Khadijah untuk dijadikan istri
dan kabar gembira pun didapat oleh Abul Ash karena bibinya Khadijah dan
Rasulullah SAW dengan bahagia menerima pinangan Abul Ash untuk anaknya Zainab.
Pernikahan pun terjadi diantara keduanya dan tak lama kemudian Abul Ash
memboyong istrinya Zainab ke rumahnya. Khadijah memberikan hadiah pernikahan
berupa kalung yang dipakainya dan melepaskan kemudian mengalungkannya di leher
Zainab dan tak lupa mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah atas pernikahan
dua insan yang saling mencintai ini.
Dirumah barunya, Zainab hidup
dengan terhormat, mulia dan bahagia. Ia jalani hidup di bawah naungan suami
tercinta yang mulia, Abul Ash.Ia merasakan kedamaian dalam hidup baru itu
setelah semua yang diimpikan telah terwujud. Zainab menjadi istri yang mulia dan baik. Istri yang mengurus rumah
dan patuh serta setia kepada suami. Abul Ash tidaklah salah ketika memiliki
istri yang shalehah, putri junjungan seluruh umat. Ia berhasil menggapai
kebahagiaan keluarga yang bisa ia temukan pada Zainab. Setiap kali tiba saat
untuk pergi, ia merasa berat untuk berpisah dengan sang istri.
Hari kian berganti, saat
Rasulullah telah berusia 40 tahun, maka Allah SWT mengutusnya menjadi Nabi dan
setelah itu Allah angkat menjadi Rasul. Mulailah Rasulullah mendakwahkan islam
kepada keluarga terdekat, Khadijah , para sahabatnya dan putri-putrinya pun
ikut masuk islam termasuk Zainab. Akan tetapi Abul Ash tidak mudah meninggalkan
agamanya.
Maka kedua suami istri itu harus
rela bahwa ada hal yang lebih kuat dari cinta mereka yang harus memisahkan antara
keduanya.abul Ash tetap tidak mau meninggalkan agama nenek moyangnya, sedangkan
Zainab juga tidak ingin meninggalkan Islam.
Hari-hari berlalu dalam keadaan demikian. Kemudian Rasulullah SAW dan kaum muslimin hijrah ke Madinah. Namun
Zainab masih tetap tinggal di Makkah bersama suaminya (pada saat itu belum ada
larangan pernikahan beda agama)
Setelah Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah, terjadilah perang badar. Pasukan Quraisy berangkat untuk memerangi
Rasulullah SAW dan tak disangka diantara mereka terdapat Abul Ash bin Rabi.
Situasi menjadi semakin kritis ketika pasukan kafir Quraisy kalah dan Abul Ash
jatuh menjadi tawanan di tangan kaum muslimin di Madinah.
Kemudian kaum Quraisy mengutus
orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan sebuah harta
tebusan dan sebuah kalung dari batu Onyx Zafar. Ketika Rasulullah SAW melihat
kalung itu, ingatannya melayang ke cinta sejatinya Khadijah. Beliau lalu
bersabda kepada para sahabat,”Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan
dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah.” Mereka menjawab, “Baiklah,
wahai Rasulullah.”
Kemudian mereka melepaskannya dan
mengembalikan harta milik Zainab. Disini Abul Ash bin Rabi berjanji kepada
Rasulullah untuk membebaskan Zainab kepada beliau di Madinah.
Abu al-Ash pun pulang ke Makkah
bersama kalung yang tadi dikirimkan sang istri.Kini ia tahu betapa cinta dan
kesetiaan Zainab tidak pernah berkurang untuknya, meski agama menjadi tembok
pemisahnya. Namun ia tetap bertekad untuk mengembalikan Zainab kepada sang
mertua.
Begitu sampai di rumah, Abul Ash
mengucapkan terima kasih pada sang istri. Ia pun berkata, “Kembalilah kepada
ayahmu, wahai Zainab,” ucapnya sambil berusaha bebesar hati.
Pada hari yang telah ditetapkan,
Zaid bin Haritsah bersama seorang lelaki Anshor diutus Rasulullah Saw untuk
menjemput Zainab di sebuah desa di pinggiran kota Makkah.
Abul Ash tidak kuasa menahan
tangisnya saat melepas kepergian sang istri. Bagaimana dia mampu melepaskan orang
yang dicintainya,sedang dia mengetahui bahwa itu merupakan perpisahan
terakhir,selama kedua hati masih berpegang pada agamanya masing-masing. Hatinya
semakin sedih lagi, karena ternyata Zainab sedang mengandung janin buah hatinya
dan ia tidak bisa mengantarkan Zainab keluar kota Makkah sebab keadaan pasca
perang saat itu. Abul Ash lalu mengutus saudaranya, Kinanah bin Rabi untuk
mengantarkan Zainab. Ia berpesan,”Hai, saudaraku, tentulah engkau tahu
kedudukan Zainab dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy
yang menemaninya keluar kota Makkah, dan engkau tahu bahwa aku tidak sanggup
membiarkannya berjalan sendirian. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, dimana
telah menunggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam
perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita
terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan.”
Rupanya perjalanan Kinanah
membawa Zainab tidak berjalan mulus.Ketika Zainab berada di punggung unta,
Hubar bin Aswad Al-Asadi salah seorang dari kafir Quraisy menusuk perut unta
dengan tombak, hingga Zainab terlempar jatuh dan mengeluarkan darah. Janinnya
telah gugur di atas gurun pasir. Tapi Zainab tetap tabah dan tetap mantap
hijrah ke Madinah.
Setelah melewati beberapa
hambatan, Kinanah berhasil membawa Zainab dan menyerahkannya kepada Zaid bin
Hartsah dan temannya. Keduanya lalu membawa Zainab kepada Rasulullah Saw.
Berpisahlah Zainab dengan suami
tercinta dan calon buah hatinya. Cinta mereka benar-benar diuji dan tudak ada lagi
jalan untuk bertemu. Abul Ash yang tetap di Makkah selalu murung dan menyendiri
karena sang belahan jiwa tidak ada lagi disisinya. Sedangkan Zainab di Madinah
bersama sang ayah menjadi sering sakit-sakitan karena cinta dan kerinduan yang sangat dalam. Kalau saja bukan karena
iman dan takwa yang menguatkan tekadnya,tentu ia akan tetap bersama Abul Ash
hingga ajal yang memisahkan.
Hari berganti minggu,minggu berganti
bulan dan bulan berganti tahun. Suatu hari Abul Ash bin Rabi keluar bersama
kafilah dagangnya menuju Syam. Saat perjalan pulang dihadang pasukan Rasulullah
Saw yang berhasil merampas hartanya, syukur mereka tidak membunuhnya.
Kini Abul Ash bin Rabi tidak
punya apa-apa lagi. Bukan harta pribadinya saja yang ludes, melainkan juga
harta dagangan yang dititipkan orang-orang padanya. Bagaimana ia bisa sanggup
kembali ke Makkah?
Di tengah keputus asaan itu,
teringatlah Abul Ash pada Zainab, wanita yang begitu mencintai dan setia
padanya. Maka diputuskan pada suatu malam ia menyusup ke Madinah dengan sembunyi-sembunyi.
Abul Ash berhasil bertemu Zainab dan segera mengatakan maksud kedatangannya.Ia meminta
bantuan Zainab untuk melindunginya dan
ia juga berharap harta dan dagangannya bisa dikembalikan. Masih begitu besar cinta
di hati zainab untuk Abul Ash, karena itu pula ia bersedia melindungi lelaki
tersebut.
Ketika masyarakat Madinah mengetahui
keberadaan Abul Ash di masjid, mereka pun berkerumun dan berniat menangkapnya.
Tapi kemudian Zainab berseru, “Wahai kaum muslimin, Abul Ash bin Rabi dalam
lindungan dan jaminanku.” Rasulullah SAW yang sedang sholat menyelesaikan
sholatnya, beliau segera menemui orang banyak dan bersabda : “Wahai kaum
muslimin,apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya
serendah-rendahnya seorang muslim,mereka tetap dapat memberi perlindungan.”
Kemudian beliau pun menemui Zainab untuk
mengetahui kebenaran berita itu, Zainab berkata. “Wahai Rasulullah,sesungguhnya
jika Abul Ash ini dianggap keluarga dekat, ia masih putra paman. Jika dianggap
jauh, ia bapak dari anakku dan aku telah melindunginya.” Rasulullah SAW
berkata, “Benar wahai putriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia
menyentuhmu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik.” Meski
begitu, Rasulullah SAW ternyata melihat kesetiaan putrinya kepada suami yang
ditinggalkan.
Kemudian para sahabat
mengembalikan harta yang telah mereka rampas itu kepada Abul Ash. Beberapa
orang diantara perampas berkata, “Hai Abul Ash maukah engkau masuk Isam dan
mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik?”
Tahukah apa yang dijawab Abul Ash
? Ia berkata, “Sungguh buruk awal islamku, jika aku mengkhianati amanat harta
yang dipercayakan padaku.” Mereka pun tetap mengembalikan harta itu kepada Abul
Ash demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada
Zainab.Laki-laki itupun kembali ke Makkah dengan membawa hartanya dn harta
orang banyak yang telah diamanahkan padanya.
Sesampai di Makkah Abul Ash memberikan
harta-harta yang diamanahkan kepadanya kepada pemiliknya, kemudian ia berseru, “Wahai
kaum Quraisy, apakah ada diantara kalian yang hartanya belum aku kembalikan?”
Mereka menjawab,”Tidak ada, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, kami telah
medapati sebagai orang yang memegang amanah dan mulia.”
Lalu Abul Ash berkata, “Jika aku
telah mengembalikan hak-hak kalian maka sekarang aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.Demi Allah, tidak ada yang
menghalangiku untuk masuk islam sewaktu
bersama Muhammad di Madinah kecuali aku takut kalian mengira bahwa aku ingin
memakan harta kalian, tetapi setelah aku mengembalikan harta itu kepada kalian
dan sekarang aku telah melepaskan tanggunganku, maka aku masuk islam.”
Akhirnya Zainab dan Abul Ash yang
pernah berpisah selama 6 tahun itu kembali bersatu dalam satu atap rumah tangga
dan satu iman bersama anak-anak mereka.
Sayangnya, kebahagiaan itu tidak
berlangsung lama. Setahun setelah mereka berkumpul, Zainab wafat pada tahun 8
Hijriyah mendahului sang suami. Kepergian Zainab meninggalkan Abul Ash seorang
diri mengenang masa-masa indah yang telah mereka lewati bersama dalam suka dan
duka, hanya dua buah hati mereka Ali dan Umamah yang kini menjadi pelipur lara.Rasulullah
sangat sedih atas kepergian putrinya bahkanbeliau sendiri ikut turun ke dalam
kuburan saat pemakaman.
Zainab wafat dengan meninggalkan
kisah cinta dan kenangan terbaik. Ia menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan
istri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Rasulullah SAW pun pernah bersabda
mengenai Zainab,”Sesungguhnya ia adalah sebaik-baiknya anakku dalam menerima
musibah.”
No comments:
Post a Comment